Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 14 Desember 2014

Loving You (Part 7) Yesung-Nara

Loving You


part 7
Title         : Loving You
Author      : Lilian Nay Clouds


sebelumnya part 6


Hubungan Nara dan ibunya kini makin membaik. Setelah menerima penjelasan dari Yesung, Nara memutuskan untuk tidak egois. Nara tidak boleh terpuruk terus menerus. Keluarganya juga membutuhkannya. Setelah Eomma tirinya menjelaskan jika Appanya sebenarnya masih menyayangi ibunya dan terlihat menyesal saat mereka berpisah, Nara jadi sadar. Sebenarnya Eommanya lah yang menginginkan Appanya menikah dengan yeoja lain agar Appanya bahagia. Agar Appanya tidak tau jika Eomma menderita kanker. Dan bodohnya Nara baru tau.
“mau makan dulu, sepertinya tadi kita terlalu terburu-buru sampai belum sarapan” ajak Eomma Nara.
“ne. bagaimana kalau bubur saja. biar tidak terlalu berat. Nara tidak mau terlihat gendut” jawab Nara sedikit bercanda.
“gendut apa? Kau bahkan kurus untuk ukuran yeoja” Eomma mencubit pipi Nara gemas.
Nara pura pura cemberut lalu mengelus pipinya. Menggembungkan pipinya membuat Eommanya tertawa melihatnya. Sungguh, Eommanya sangat menyayangi Nara dari dulu. Tapi apa boleh buat, Nara dari awal tidak pernah menganggapnya, bahkan melihatnya pun tidak mau. Tapi sekarang kini Nara sudah berubah membuat Eommanya sangat senang. Ia janji akan menjadi ibu yang baik, menggantikan posisi ibu kandungnya. Ia jadi tidak enak, dulu ia muncul saat Eomma dan Appa Nara bercerai.
Sebenarnya ia tau jika Appa Nara masih menyayangi Eomma kandung Nara. Diam diam, tiap malam Appanya memandang foto pernikahannya dulu. Seperti menyesal telah bercerai. Apa yang bisa ia lakukan? Ia sadar, jika memang ia salah kerana terlalu mencintai Tuan Lee. ia harus terima, lagian Appa Nara juga menyayanginya.
Mereka bercanda bersama. Tidak menyadari jika di depan ada mobil yang melaju dengan cepat dan tidak stabil. Bahkan si sopir taksi tidak menyadarinya. Hingga… mobil di depan lepas kendali dan melaju mengarah ke taksi yang ditumpangi Nara dan Eommanya.
“Pak awas…” teriak Eomma Nara saat menyadari ada mobil melaju dengan sangat cepat ke arahnya.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA…………………”



PART 7



Yesung terus menatap jam. Sudah menujukkan pukul  9.30 . Wajahnya terlihat tidak tenang. Benar benar tidak tenang. Beberapa kali ia memijit pelipisnya. Tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ia bahkan mendiamkan getaran ponselnya yang ada di saku celananya. Ia tau telpon itu penting. Bahkan sangat penting. Tapi…
“ahh” ringis Nara yang berada di depannya dan seketika Yesung menoleh. Nara sedang diobati oleh suster. Kakinya terluka dan harus diperban. Bukan hanya kakinya, tapi tangan kirinya juga terlihat terluka tapi tidak separah kakinya. Kecelakaan tadi memang tidak terlalu parah. Tapi tetap saja membuat Nara terluka. Yang lebih parah adalah sopirnya yang katanya tangannya patah. Tapi Nara tidak tau sopirnya ada di mana sekarang.
“tahan, sebentar lagi akan selesai” ucap Yesung lembut. Ia memang baru saja datang saat Nara menelponnya. Saat dikabari Nara mengalami kecelakaan tentu saja Yesung khawatir setengah mati. Hingga ia tergopoh gopoh meninggalkan kantor demi Nara.
Nara tidak tau kenapa orang pertama yang ia kabari adalah Yesung. Mengingat Appanya dan Leeteuk berada di Thailand dan tidak mungkinkan langsung datang. Nara bahkan tidak mengabari mereka. Takut mereka khawatir dan meninggalkan pekerjaannya. Lagi pula Thailand-Korea jaraknya jauh. Ia tak mau membebani Oppa dan Appanya.
“sudah selesai, istirahatlah Nona” kata suster. Nara mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Nara sedikit mengurut kakinya yang terasa pegal dan sakit. Apakah ia masih bisa berjalan normal?
Yesung mendekati Nara, ia berlutut memeriksa kaki Nara.
“gwenchana-yo?”
Nara mengangguk, tapi ia masih belum melihat Yesung. Tentu saja ia sangat malu. Menyadari jika ia bertindak bodoh. Kenapa ia harus menelpon Yesung. Tapi kalau bukan Yesung, siapa lagi? Ia masih belum mengenal banyak orang. Ia tidak bisa menghubungi teman temannya dulu karena tidak memiliki nomornya. Ingatkan, Nara baru saja kembali dari desa kecilnya.
Tubuh Nara masih sedikit bergetar. Masih takut akan kejadian tadi.
“istirahatlah,”
“mianhae, aku merepotkanmu. Aku tidak tau lagi,, em ak… ahh, mianhae” kata Nara salah tingkah. Yesung menatap Nara dari bawah sambil tersenyum. Nara memang sangat imut. Kenapa tiba tiba sikap Nara padanya sedikit berubah. Apakah Nara sudah tak membencinya? Semoga saja.
“tidak perlu minta maaf”
“aku, aku takut, Eomma bagaimana?”
“Ahjumma akan baik baik saja. Ia hanya shock saja”
“ne, kau akan menemaniku kan?” kata Nara irih. Apalagi ini. Secara tidak langsung kau menyuruh Yesung agar tidak meninggalkannya kan?
Yesung mengangguk.
Eomma Nara memang belum sadarkan diri. Entah apa yang terjadi, tapi tadi ia pingsan saat kecelakaan. Melihat Nara yang terlihat ketakutan membuat Yesung tidak tega meninggalkannya. Ia lagi lagi menghembuskan nafasnya merasakan getaran ponselnya yang dari tadi tidak bisa diam.
Ia melihat jam di tangan kirinya. Sudah jam setengah sepuluh lebih. Yesung berdiri. Mengelus lembut rambut Nara. Tak peduli dengan ponselnya yang terus meronta ronta. Ini hal yang langka Nara mau diperlakukan seperti ini. Jika tidak dalam situasi seperti ini, mungkin Nara langsung mendorongnya.
Drrttt..
Ohh
Handphone sialan.
Apakah ia harus mengangkatnya?
Nara menatap Yesung. Ia juga merasakan getaran ponselnya, karena jarak Nara dan Yesung yang kini sangat dekat.
“kau tak mengangkat teleponnya?” tanya Nara.
“ahh, itu..”
“angkatlah, mungkin itu penting”
Ya sangat penting Nara, tapi, kau lebih penting
Yesung mengangguk lalu membuka ponselnya. Tanpa melihatnya pun ia tau siapa yang menelponnya tanpa henti. Yesung beranjak sedikit menjauh agar Nara tak mendengar.
Hari ini Yesung harusnya melaksanakan perintah dari Appanya. Mempresentasikan tentang produk yang tengah dibuat perusahaannya. Tapi… Yesung benar benar tidak tau harus apa sekarang. Ia sudah telat jika ke kantor sekarang. Rapatnya mungkin sudah dimulai dari tadi. Ia sangat khawatir dengan Nara.
Ia yakin Appanya akan marah besar. Ia tak akan diangkat menjadi CEO. Ohhh, kepalanya pusing. Apa yang harus ia lakukan. Ia tidak mungkin meninggalkan Nara. Nara masih belum baikan, apalagi Eommanya belum sadarkan diri. Jika ia tinggal, bagaimana Nara?
Ohh My God, help me
“sambungkan video call, sekarang”


*******************

Tak bisakah kau seperti dulu? Apa yang harus aku lakukan agar kau kembali?


“kau mengecewakan Appa”
Yesung hanya menunduk. Ia tau ini akan terjadi. Bahkan ia sudah bersiap jika Appanya akan memarahinya. Ia sudah menjelaskan apa yang menyebabkannya tidak datang ke rapat tadi. Appanya hanya menggeleng. Sangat kecewa sebenarnya. Hanya karena seorang perempuan, Yesung merelakan peluang mendapatkan ratusan juta, mungkin, dan kedudukannya. Yang benar saja.
“sekarang apa yang akan kau lakukan hah?” tanya Appa masih sedikit emosi.
“Yesung akan menuruti kemauan Appa” jawabnya sedikit lirih. Yesung tentu saja juga merasa bersalah mengecewakan Appanya.
Terdengar helaan nafas kasar dari mulut Appanya. Eomma Yesung yang baru datang dari dapur membawakan dua cangkir kopi langsung duduk di sebelah Appa dan mengelus tangannya mencoba menenangkan. Appa Yesung mengambil kopi yang istrinya siapkan untuknya. Menegukanya perlahan. Mungkin tenggorokannya sudah kering mengintrogasi Yesung. Anaknya ini memang membuatnya sangat pusing.
“pergilah ke rumah pamanmu, kau harus belajar banyak bersamanya” kata Appa membuat Yesung yang tadinya menunduk menjadi mendongak. Apa? Ke rumah paman? Di LA? Yang benar saja.
Appa Yesung menatap Yesung seakan mengatakan mau membantah?
“tap.. tapi Appa”
“wae? Kau bilang mau menuruti kata Appa? Tapi mau membantah?”
Yesung diam.
“yeobo, haruskah Yesung pergi ke sana? Yesung tidak sepenuhnya salah, ia hanya khawatir pada Nara” Eomma sedikit membela Yesung, anak kesayangannya. Yesung lagi lagi hanya diam. semoga saja Eommanya bisa meluluhkan hati Appanya. Semoga, karena Appanya memang kadang tak bisa menolak perkataan Eommanya itu.
“ani, dia salah, setelah ia tau keadaan yeoja itu, ia bisa langsung pulang. Atau, ia tidak diperbolehkan pulang. Kau ditahan olehnya?” tanya Appa pada Yesung.
Yesung langsung menggeleng pertanda itu tidak benar. Ia tidak mungkin bilang iya. Nara pasti akan tidak disukai Appanya.
Appanya beranjak dari duduknya.
“jika kau tidak mau, Appa akan mencabut beasiswanya. Dan jangan harap kau akan menududuki CEO” katanya lalu berlalu menuju kamar.
Yesung membulatkan matanya. Tidak tidak. Itu tidak boleh terjadi. Bahkan baru saja Nara semangat kuliah lagi, tapi bagaimana jika beasiswanya dicabut. Pasti Nara akan kecewa.
“ahhh” desahnya. Ia pusing. Kepalanya disandarkan pada sofa. Kenapa jadi tambah rumit.
Ibunya langsung mendekari Yesung. Yesung menyambut ibunya dengan pelukan. Ia memeluk ibunya seakan menyalurkan bebannya agar berkurang. Eommanya itu memang sangat mengerti. Tapi, mau bagaimana lagi jika keputusan Appanya itu sudah bulat. Tidak bisa dibantahkan lagi. Sekarang, apa yang harus ia lakukan?
“Appa hanya emosi sayang”
“Yesung harus bagaimana Eomma?” adu Yesung terlihat seperti anak kecil. Yesung tidak mau ke LA. Tidak mau. Ia baru saja melancarkan usahanya agar mendapatkan Nara. Bagaimana jadinya jika ia pergi. Tanpa Nara? Ia yakin Nara langusng akan melupakannya. Bahkan Nara saja masih membencinya. Membuat Nara dengan sangat mudah melupakannya.
Inilah hidup. Dengan pilihan yang sulit. Semuanya terasa berat.


***********************


“sudah sembuh?” tanya Jiyyeon teman baru Nara.
Nara mengangguk. Jiyeon menatap kaki Nara yang sudah tak diperban. Lalu ia tersenyum. syukurlah.
Memang baru beberapa hari saja Nara dan Jiyeon berteman, tapi Nara rasa Jiyeon orang yang baik, peduli. Buktinya Jiyeon selalu menanyakan keadaannya dan malah kadang mengantar Nara pulang. Menjenguk Nara. Dan Nara sangat senang tentunya. Ia sudah punya teman lagi dan merasa tidak kesepian. Selalu menghiburnya saat Nara sedih. Ia tak kesepian lagi.
Hari itu memang tak terlalu panas, sudah sore tentu saja. Sudah banyak anak yang meninggalkan kelas mereka. Begitu juga dengan Nara dan Jiyeon. Mereka memutuskan untuk pulang. Hari ini hari jumat, makanya tidak terlalu ramai seperti biasanya.
Beberapa lama kemudian ada seorang namja yang menghampiri mereka. Melihat namja itu membuat Nara menekuk wajahnya. Namjachingu Jiyeon. Entah kenapa ia tidak suka dengan namja itu. Mungkin karena gara gara namja itu Jiyeon selalu mengesampingkannya, lebih memilih namja itu tentu saja. ya iyalah, tentu saja menurut semua orang pacarnya lebih penting dari temannya. Dan benar saja, Jiyeon pamit padanya untuk pergi dengan namja kesayangannya itu.
Ok
Nara pulang sendiri- lagi.
Uhh, menyebalkan.
Terpaksa. Nara berjalan menuju depan. Tanpa mempedulikan sekitarnya ia terus berjalan. Tentu saja ditemani ponselnya yang entah apa yang ia lihat. Tdak penting, tapi bisa membuatnya terlihat sangat sibuk dengan benda itu.
Srrttt
Nara sangat kaget tiba tiba ada yang menarik tangannya. Tentu saja ia akan menjerit tetapi tidak jadi melihat siapa yang melakukan. Yesung. Nara menghembuskan nafasnya lega. Ya Tuhan, ia kira siapa. Yesung malah tersenyum melihatnya.
Uhhh, dasar namja menyebalkan.
“ya, mau apa?” tanya Nara sedikit ketus.
“eishhh, kau begitu lagi padaku, padahal kemarin saat kau sakit kau.,”
“diam” potong Nara sebelum Yesung melanjutkan. Tentu saja ia tidak mau mendengarkan itu. Ia super malu mengingat itu. Ia bahkan sangat ingat, ia tidur di bahu Yesung. Sungguh memalukan. Ya walau kenyataannya ia sangat nyaman. Eh apa? Nyaman? Dia gila.
Yesung bukannya takut dengan bentakan Nara, ia malah terkekeh. Ia dapat melihat Nara yang memalingkan wajahnya. Malu?
“aku menjemputmu, kajja”
Yesung menarik lembut tangan Nara. Nara kali ini tidak memberontak. Tumpangan gratis. Lumayan kan? Lagi pula ia juga tidak mau pulang sendirian.
---

Yesung dan Nara sama sama diam. Yesung berkonsentrasi menyetir, tapi sekali kali melirik ke arah Nara. Nara dari tadi menatap luar jendela. Seperti ada yang menarik di luar sana. Sebenarnya tidak. Di luar ia hanya bisa menatap kendaraan dan banyak bangunan tinggi. Orang berlalu lalang. Sudah biasa dan membuatnya bosan. Hanya saja Nara tidak mau bertemu pandang dengan Yesung, hingga ia sengaja menyibukkan diri. Mencoba tak peduli.
“sudah makan?” tanya Yesung akhirnya membuka percakapan.
Nara juga akhirnya menoleh. Lalu mengangguk.
“bagaimana keadaanmu hari ini?” lagi, Yesung bertanya. Ia tidak mau keadaan menjadi canggung. Dari tadi ia tak nyaman karena mereka sama sama diam. keras kepala tidak mau membuka pembicaraan.
Entah kenapa ia jadi merasa terbalik saat itu. Jika dulu Nara yang sering bertanya dan mengoceh apa saja. Tapi kini Nara hanya diam saja. Yesung tertawa bodoh mengingat itu. Ternyata tidak enak dalam situasi seperti itu. Yesung tau alasan Nara terus mengoceh, mungkin akan dicuekin jika Nara terus bertanya. Apa Yesung juga harus melakukan hal sama? Tapi apa yang akan menjadi topiknya? Ckk, ia bukan tipe namja yang banyak bicara.
“sudah berkali kali kau menelponku menanyakan itu” balas Nara malas. Ohh ayolah, Yesung memang sering sekali menelponnya bertanya yang menurutnya tidak penting. Emm, seperti Nara dulu. Sial. Ia jadi merasa bodoh saat dulu terus melakukannya.
“mian,” kata Yesung singkat.
“kenapa menjemputku”
“aku hanya ingin melihatmu, sepertinya dari kemarin kau menghindariku”
“ani”
“bohong”
“apa sih maumu?”
Yesung diam. apa sih maunya?
Ia hanya tidak bisa jauh dengan Nara. dulu ia sudah cukup tersiksa tanpa Nara. Apa akan terulang lagi. Tidak mau. Tapi..
“kau tidak nyaman? Apakah aku menganggu?” tanya Yesung setelah beberapa lama diam. Nara tersenyum mengejek. Ada apa sih sebenarnya. Yesung namja yang sangat sulit ditebak. Tidak banyak bicara juga, tapi mampu membuatnya kesal. Sifatnya itu terkadang sangat menyebalkan.
“tentu saja tidak, sangat tidak nyaman dan sangat sangat mengganggu. Aku sadar sekarang, apakah kau mau balas dendam? Dulu aku sering mengganggumu membuatmu tidak nyaman hmm? Mianhae jika itu memang benar. Aku memang dulu sangat bodoh”
CciiiTthhtttttt
Yesung mengerem mendadak dan membuat Nara sedikit terhuyung juga kaget. Yesung sedikit membanting setir. Sial. Kenapa ia jadi emosi seperti ini. Apakah Nara menganggapnya hanya ingin balas dendam. Apakah seburuk itu ia dimata Nara.
“Hya, apa kau gila” teriak Nara tak suka. Yesung menghembuskan nafasnya. lalu menatap Nara lekat. Baru saja Nara akan melepas sabuk pengaman tapi langsung dicegah Yesung.
“diam dan dengarkan aku” kata Yesung sedikit menekan. Nara pasrah tapi wajahnya terlihat sekali ia tidak suka. Melihat Nara yang menurutinya, Yesung memulai penjelasannya. Tak peduli Nara yang terlihat tidak nyaman. Ia harus mendengar dari mulut Nara sendiri.
“ohh, kau harus tau sebenarnya ra-ya. aku nyaman, aku sangat nyaman saat ka uterus menggangguku. aku sudah terbiasa kau ganggu. Dulu aku memang merasa kau sangat menggangguku. Tapi aku suka, aku nyaman. Sudah sangat sering kita menyinggung masalah kita dulu, tapi..”
“jadi kau menganggap aku adalah masalahmu dulu”
“aku bilang diam dan dengarkan Nara, aish jinja kau…huhh, oke dengar. Aku sudah mencoba bersabar dengan keadaan kita saat ini. Kau berubah. Dan kenapa kau berubah? Tak bisakah kau seperti dulu. Tak bisakah kau menjadi Nara yang selalu ceria yang selalu sabar menungguku. Aku harus berbuat apa lagi agar kau kembali Ra-ya. Aku harus bagaimana?”
Nara diam. Seolah tak peduli dengan apa yang dikatakan Yesung. Yesung memejamkan matanya sebentar. Mencoba bersabar. Ingat, Nara adalah yeoja yang sangat berharga baginya. Ternyata sabar adalah hal sulit dilakukan. Semua orang tau jika Yesung adalah orang yang tidak bisa bersabar.
“jika kau mengantarku hanya untuk ini, aku bisa pulang sendiri” kata Nara sambil melepaskan sabuk pengaman.
Yesung menggeram frustasi. Ini bukan yang ia harapkan. Yeoja ini benar benar menguji kesabarannya.
“Okk okk, ayo pulang dan jangan membahas itu lagi. Kau puas. Aku akan diam”

*********************


Nara langsung masuk ke rumahnya tanpa berkata apapun pada Yesung. Bahkan tanpa mengucapkan terimakasih. Leeteuk yang juga baru sampai di rumah dan mau masuk heran menatap Nara. Lihat, Nara bahkan tidak menyapa Leeteuk. Sebenarnya ada apa?
Leeteuk bergantian menatap Yesung seakan bertanya ada apa? Kau yang membuatnya seperti itu?
Yesung turun dari mobil dan menghampiri Leeteuk.
“wae geure?” tanya Leeteuk.
“aku haus”
“ckk” Leeteuk berdecak. Namja ini benar benar menyebalkan. Bukan jawabn itu yang Ia butuhkan.
Yesung dan Leeteuk akhirnya masuk. Tentu saja Yesung mendapatkan segelas minuman seperti yang ia mau. Untung saja yesung anak dari bosnya. Leeteuk heran dengan bocah ini. Menyebalkan sih, sangat. Tapi entah kenapa jika sudah berhadapan dengan Yesung, siapapun akan simpati padanya.
“bagaimana selanjutnya?” tanya Leeteuk. Yesung masih diam memutar mutar gelasnya. Tentu saja ia tau apa yang dipertanyakann Leeteuk. Ia hanya menggeleng pelan. Bukan tidak mau menjawab, bahkan ia tidak tau mau menjawab apa. Apa yang harus ia lakukan setelah ini pun ia tak tau.
Teuk ikut mengambil gelas di depannya, meneguknya sedikit.
“mianhae, gara gara adikku kau harus seperti ini. Apakah aku yang harus mejelaskan ke Kim sajangnim?” kata Leeteuk. Lagi lagi Yesung menggeleng.
“jangan, ini salahku. Bukan salah Nara. Aku yang tidak datang ke rapat karena terlalu mengkhawatirkannya. Mungkin aku memang harus bersiap pergi ke LA, entah berapa tahun, sepertinya Appa tak akan membiarkan aku cepat pulang. Dan,.. tidak menjadi CEO di perusahaan Appa” yesung sedikit tersenyum. bukan tersenyum karena senang. Tersenyum meratapi nasibnya.
“tapi..”
“aniya, gwenchana. Bukan masalah buatku. Aku hanya takut meninggalkan Nara. tapi setelah tadi aku mendengar ucapannya saat di mobil, aku semakin mantap jika ia akan bahagia tanpa aku”

Yesung akan pergi
Akan pergi karenanya
Nara mendengarkan itu. Kini ia hanya bersandar di belakang tembok. Menatap kosong ke depan. Mematung. Mengenggam erat ujung kemejanya. Rasanya entah kenapa sesak. Sangat sesak. =
Bahagia tanpanya
Munafik
Bohong.
Yang benar saja. bahkan di dekatnya, Nara merasakan kenyamanan.
Bodoh bodoh bodoh. tidak tau diri. Kenapa ia harus sok jual mahal di depan Yesung. Oh Tuhan, niatnya hanya ingin Yesung merasakan apa yang dulu ia rasakan. Tetapi malah akhirnya jadi sangat berantakan seperti ini. Ini semua salahnya. Ini semua kebodohannya. Ia yang membuka penderitaannya lagi. Bahkan baru saja ia menikmati kebahagian, tapi.. lagi lagi gara gara dirinya kebahagiaan itu akan hilang.
Jika saja dari awal ia jujur dengan perasaanya sendiri. Ia sangat senang saat Yesung datang ke rumahnya dulu dengan hujan hujan sampai sakit karena menunggunya. Hatinya luluh. Ia seperti mendapatkan kebahagiaannya yang hilang. Yesung terus menghiburnya saat ibunya tiada. Yesung selalu menasehatinya saat ia berbuat kebodohan dengan membenci ayahnya. Dan… banyak yang sudah Yesung lakukan untuknya. Tapi kali ini apakah ia harus kehilangan Yesung lagi? Semua karena perbuatan bodohnya.
Rasa penyesalan menggerogotinya. Ia merugikan Yesung dan dirinya sendiri. tak terasa air mata benaing dari matanya sudah mengalir. Tidak bisa dihentikan.
Oh Tuhan, aku mohon jangan menyakitinya. Hukum saja aku Ya Tuhan. Aku yang salah. Aku yang pantas mendapatkannya.


TBC--