Loving You
part 7
Title : Loving You
Author : Lilian
Nay Clouds
sebelumnya part 6
sebelumnya part 6
Hubungan
Nara dan ibunya kini makin membaik. Setelah menerima penjelasan dari Yesung, Nara
memutuskan untuk tidak egois. Nara tidak boleh terpuruk terus menerus. Keluarganya
juga membutuhkannya. Setelah Eomma tirinya menjelaskan jika Appanya sebenarnya
masih menyayangi ibunya dan terlihat menyesal saat mereka berpisah, Nara jadi
sadar. Sebenarnya Eommanya lah yang menginginkan Appanya menikah dengan yeoja
lain agar Appanya bahagia. Agar Appanya tidak tau jika Eomma menderita kanker. Dan
bodohnya Nara baru tau.
“mau
makan dulu, sepertinya tadi kita terlalu terburu-buru sampai belum sarapan”
ajak Eomma Nara.
“ne.
bagaimana kalau bubur saja. biar tidak terlalu berat. Nara tidak mau terlihat
gendut” jawab Nara sedikit bercanda.
“gendut
apa? Kau bahkan kurus untuk ukuran yeoja” Eomma mencubit pipi Nara gemas.
Nara pura
pura cemberut lalu mengelus pipinya. Menggembungkan pipinya membuat Eommanya
tertawa melihatnya. Sungguh, Eommanya sangat menyayangi Nara dari dulu. Tapi
apa boleh buat, Nara dari awal tidak pernah menganggapnya, bahkan melihatnya pun
tidak mau. Tapi sekarang kini Nara sudah berubah membuat Eommanya sangat
senang. Ia janji akan menjadi ibu yang baik, menggantikan posisi ibu
kandungnya. Ia jadi tidak enak, dulu ia muncul saat Eomma dan Appa Nara
bercerai.
Sebenarnya
ia tau jika Appa Nara masih menyayangi Eomma kandung Nara. Diam diam, tiap
malam Appanya memandang foto pernikahannya dulu. Seperti menyesal telah
bercerai. Apa yang bisa ia lakukan? Ia sadar, jika memang ia salah kerana
terlalu mencintai Tuan Lee. ia harus terima, lagian Appa Nara juga
menyayanginya.
Mereka
bercanda bersama. Tidak menyadari jika di depan ada mobil yang melaju dengan cepat
dan tidak stabil. Bahkan si sopir taksi tidak menyadarinya. Hingga… mobil di
depan lepas kendali dan melaju mengarah ke taksi yang ditumpangi Nara dan
Eommanya.
“Pak
awas…” teriak Eomma Nara saat menyadari ada mobil melaju dengan sangat cepat ke
arahnya.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA…………………”
PART 7
PART 7
Yesung
terus menatap jam. Sudah menujukkan pukul 9.30 . Wajahnya terlihat tidak tenang. Benar
benar tidak tenang. Beberapa kali ia memijit pelipisnya. Tidak tau apa yang
harus ia lakukan. Ia bahkan mendiamkan getaran ponselnya yang ada di saku
celananya. Ia tau telpon itu penting. Bahkan sangat penting. Tapi…
“ahh”
ringis Nara yang berada di depannya dan seketika Yesung menoleh. Nara sedang diobati
oleh suster. Kakinya terluka dan harus diperban. Bukan hanya kakinya, tapi
tangan kirinya juga terlihat terluka tapi tidak separah kakinya. Kecelakaan tadi
memang tidak terlalu parah. Tapi tetap saja membuat Nara terluka. Yang lebih
parah adalah sopirnya yang katanya tangannya patah. Tapi Nara tidak tau
sopirnya ada di mana sekarang.
“tahan,
sebentar lagi akan selesai” ucap Yesung lembut. Ia memang baru saja datang saat
Nara menelponnya. Saat dikabari Nara mengalami kecelakaan tentu saja Yesung
khawatir setengah mati. Hingga ia tergopoh gopoh meninggalkan kantor demi Nara.
Nara
tidak tau kenapa orang pertama yang ia kabari adalah Yesung. Mengingat Appanya
dan Leeteuk berada di Thailand dan tidak mungkinkan langsung datang. Nara
bahkan tidak mengabari mereka. Takut mereka khawatir dan meninggalkan
pekerjaannya. Lagi pula Thailand-Korea jaraknya jauh. Ia tak mau membebani Oppa
dan Appanya.
“sudah
selesai, istirahatlah Nona” kata suster. Nara mengangguk dan mengucapkan
terimakasih. Nara sedikit mengurut kakinya yang terasa pegal dan sakit. Apakah ia
masih bisa berjalan normal?
Yesung
mendekati Nara, ia berlutut memeriksa kaki Nara.
“gwenchana-yo?”
Nara
mengangguk, tapi ia masih belum melihat Yesung. Tentu saja ia sangat malu. Menyadari
jika ia bertindak bodoh. Kenapa ia harus menelpon Yesung. Tapi kalau bukan
Yesung, siapa lagi? Ia masih belum mengenal banyak orang. Ia tidak bisa
menghubungi teman temannya dulu karena tidak memiliki nomornya. Ingatkan, Nara
baru saja kembali dari desa kecilnya.
Tubuh
Nara masih sedikit bergetar. Masih takut akan kejadian tadi.
“istirahatlah,”
“mianhae,
aku merepotkanmu. Aku tidak tau lagi,, em ak… ahh, mianhae” kata Nara salah
tingkah. Yesung menatap Nara dari bawah sambil tersenyum. Nara memang sangat
imut. Kenapa tiba tiba sikap Nara padanya sedikit berubah. Apakah Nara sudah
tak membencinya? Semoga saja.
“tidak
perlu minta maaf”
“aku,
aku takut, Eomma bagaimana?”
“Ahjumma
akan baik baik saja. Ia hanya shock saja”
“ne,
kau akan menemaniku kan?” kata Nara irih. Apalagi ini. Secara tidak langsung
kau menyuruh Yesung agar tidak meninggalkannya kan?
Yesung
mengangguk.
Eomma
Nara memang belum sadarkan diri. Entah apa yang terjadi, tapi tadi ia pingsan
saat kecelakaan. Melihat Nara yang terlihat ketakutan membuat Yesung tidak tega
meninggalkannya. Ia lagi lagi menghembuskan nafasnya merasakan getaran
ponselnya yang dari tadi tidak bisa diam.
Ia
melihat jam di tangan kirinya. Sudah jam setengah sepuluh lebih. Yesung
berdiri. Mengelus lembut rambut Nara. Tak peduli dengan ponselnya yang terus
meronta ronta. Ini hal yang langka Nara mau diperlakukan seperti ini. Jika
tidak dalam situasi seperti ini, mungkin Nara langsung mendorongnya.
Drrttt..
Ohh
Handphone
sialan.
Apakah
ia harus mengangkatnya?
Nara
menatap Yesung. Ia juga merasakan getaran ponselnya, karena jarak Nara dan
Yesung yang kini sangat dekat.
“kau
tak mengangkat teleponnya?” tanya Nara.
“ahh,
itu..”
“angkatlah,
mungkin itu penting”
Ya sangat penting Nara,
tapi, kau lebih penting
Yesung
mengangguk lalu membuka ponselnya. Tanpa melihatnya pun ia tau siapa yang
menelponnya tanpa henti. Yesung beranjak sedikit menjauh agar Nara tak
mendengar.
Hari
ini Yesung harusnya melaksanakan perintah dari Appanya. Mempresentasikan
tentang produk yang tengah dibuat perusahaannya. Tapi… Yesung benar benar tidak
tau harus apa sekarang. Ia sudah telat jika ke kantor sekarang. Rapatnya
mungkin sudah dimulai dari tadi. Ia sangat khawatir dengan Nara.
Ia
yakin Appanya akan marah besar. Ia tak akan diangkat menjadi CEO. Ohhh,
kepalanya pusing. Apa yang harus ia lakukan. Ia tidak mungkin meninggalkan
Nara. Nara masih belum baikan, apalagi Eommanya belum sadarkan diri. Jika ia
tinggal, bagaimana Nara?
Ohh My God, help me
“sambungkan
video call, sekarang”
*******************
Tak bisakah
kau seperti dulu? Apa yang harus aku lakukan agar kau kembali?
“kau
mengecewakan Appa”
Yesung
hanya menunduk. Ia tau ini akan terjadi. Bahkan ia sudah bersiap jika Appanya
akan memarahinya. Ia sudah menjelaskan apa yang menyebabkannya tidak datang ke
rapat tadi. Appanya hanya menggeleng. Sangat kecewa sebenarnya. Hanya karena
seorang perempuan, Yesung merelakan peluang mendapatkan ratusan juta, mungkin,
dan kedudukannya. Yang benar saja.
“sekarang
apa yang akan kau lakukan hah?” tanya Appa masih sedikit emosi.
“Yesung
akan menuruti kemauan Appa” jawabnya sedikit lirih. Yesung tentu saja juga
merasa bersalah mengecewakan Appanya.
Terdengar
helaan nafas kasar dari mulut Appanya. Eomma Yesung yang baru datang dari dapur
membawakan dua cangkir kopi langsung duduk di sebelah Appa dan mengelus
tangannya mencoba menenangkan. Appa Yesung mengambil kopi yang istrinya siapkan
untuknya. Menegukanya perlahan. Mungkin tenggorokannya sudah kering
mengintrogasi Yesung. Anaknya ini memang membuatnya sangat pusing.
“pergilah
ke rumah pamanmu, kau harus belajar banyak bersamanya” kata Appa membuat Yesung
yang tadinya menunduk menjadi mendongak. Apa? Ke rumah paman? Di LA? Yang benar
saja.
Appa
Yesung menatap Yesung seakan mengatakan mau
membantah?
“tap..
tapi Appa”
“wae?
Kau bilang mau menuruti kata Appa? Tapi mau membantah?”
Yesung
diam.
“yeobo,
haruskah Yesung pergi ke sana? Yesung tidak sepenuhnya salah, ia hanya khawatir
pada Nara” Eomma sedikit membela Yesung, anak kesayangannya. Yesung lagi lagi
hanya diam. semoga saja Eommanya bisa meluluhkan hati Appanya. Semoga, karena
Appanya memang kadang tak bisa menolak perkataan Eommanya itu.
“ani,
dia salah, setelah ia tau keadaan yeoja itu, ia bisa langsung pulang. Atau, ia
tidak diperbolehkan pulang. Kau ditahan olehnya?” tanya Appa pada Yesung.
Yesung
langsung menggeleng pertanda itu tidak benar. Ia tidak mungkin bilang iya. Nara
pasti akan tidak disukai Appanya.
Appanya
beranjak dari duduknya.
“jika
kau tidak mau, Appa akan mencabut beasiswanya. Dan jangan harap kau akan
menududuki CEO” katanya lalu berlalu menuju kamar.
Yesung
membulatkan matanya. Tidak tidak. Itu tidak boleh terjadi. Bahkan baru saja
Nara semangat kuliah lagi, tapi bagaimana jika beasiswanya dicabut. Pasti Nara
akan kecewa.
“ahhh”
desahnya. Ia pusing. Kepalanya disandarkan pada sofa. Kenapa jadi tambah rumit.
Ibunya
langsung mendekari Yesung. Yesung menyambut ibunya dengan pelukan. Ia memeluk
ibunya seakan menyalurkan bebannya agar berkurang. Eommanya itu memang sangat
mengerti. Tapi, mau bagaimana lagi jika keputusan Appanya itu sudah bulat. Tidak
bisa dibantahkan lagi. Sekarang, apa yang harus ia lakukan?
“Appa
hanya emosi sayang”
“Yesung
harus bagaimana Eomma?” adu Yesung terlihat seperti anak kecil. Yesung tidak
mau ke LA. Tidak mau. Ia baru saja melancarkan usahanya agar mendapatkan Nara. Bagaimana
jadinya jika ia pergi. Tanpa Nara? Ia yakin Nara langusng akan melupakannya.
Bahkan Nara saja masih membencinya. Membuat Nara dengan sangat mudah
melupakannya.
Inilah hidup. Dengan
pilihan yang sulit. Semuanya terasa berat.
***********************
“sudah
sembuh?” tanya Jiyyeon teman baru Nara.
Nara
mengangguk. Jiyeon menatap kaki Nara yang sudah tak diperban. Lalu ia
tersenyum. syukurlah.
Memang
baru beberapa hari saja Nara dan Jiyeon berteman, tapi Nara rasa Jiyeon orang
yang baik, peduli. Buktinya Jiyeon selalu menanyakan keadaannya dan malah
kadang mengantar Nara pulang. Menjenguk Nara. Dan Nara sangat senang tentunya.
Ia sudah punya teman lagi dan merasa tidak kesepian. Selalu menghiburnya saat
Nara sedih. Ia tak kesepian lagi.
Hari
itu memang tak terlalu panas, sudah sore tentu saja. Sudah banyak anak yang
meninggalkan kelas mereka. Begitu juga dengan Nara dan Jiyeon. Mereka
memutuskan untuk pulang. Hari ini hari jumat, makanya tidak terlalu ramai
seperti biasanya.
Beberapa
lama kemudian ada seorang namja yang menghampiri mereka. Melihat namja itu
membuat Nara menekuk wajahnya. Namjachingu Jiyeon. Entah kenapa ia tidak suka
dengan namja itu. Mungkin karena gara gara namja itu Jiyeon selalu
mengesampingkannya, lebih memilih namja itu tentu saja. ya iyalah, tentu saja
menurut semua orang pacarnya lebih penting dari temannya. Dan benar saja,
Jiyeon pamit padanya untuk pergi dengan namja kesayangannya itu.
Ok
Nara
pulang sendiri- lagi.
Uhh,
menyebalkan.
Terpaksa.
Nara berjalan menuju depan. Tanpa mempedulikan sekitarnya ia terus berjalan. Tentu
saja ditemani ponselnya yang entah apa yang ia lihat. Tdak penting, tapi bisa
membuatnya terlihat sangat sibuk dengan benda itu.
Srrttt
Nara sangat
kaget tiba tiba ada yang menarik tangannya. Tentu saja ia akan menjerit tetapi
tidak jadi melihat siapa yang melakukan. Yesung. Nara menghembuskan nafasnya
lega. Ya Tuhan, ia kira siapa. Yesung malah tersenyum melihatnya.
Uhhh, dasar namja
menyebalkan.
“ya,
mau apa?” tanya Nara sedikit ketus.
“eishhh,
kau begitu lagi padaku, padahal kemarin saat kau sakit kau.,”
“diam”
potong Nara sebelum Yesung melanjutkan. Tentu saja ia tidak mau mendengarkan
itu. Ia super malu mengingat itu. Ia bahkan sangat ingat, ia tidur di bahu
Yesung. Sungguh memalukan. Ya walau kenyataannya ia sangat nyaman. Eh apa? Nyaman? Dia gila.
Yesung
bukannya takut dengan bentakan Nara, ia malah terkekeh. Ia dapat melihat Nara
yang memalingkan wajahnya. Malu?
“aku
menjemputmu, kajja”
Yesung
menarik lembut tangan Nara. Nara kali ini tidak memberontak. Tumpangan gratis. Lumayan
kan? Lagi pula ia juga tidak mau pulang sendirian.
---
Yesung
dan Nara sama sama diam. Yesung berkonsentrasi menyetir, tapi sekali kali
melirik ke arah Nara. Nara dari tadi menatap luar jendela. Seperti ada yang
menarik di luar sana. Sebenarnya tidak. Di luar ia hanya bisa menatap kendaraan
dan banyak bangunan tinggi. Orang berlalu lalang. Sudah biasa dan membuatnya
bosan. Hanya saja Nara tidak mau bertemu pandang dengan Yesung, hingga ia
sengaja menyibukkan diri. Mencoba tak peduli.
“sudah
makan?” tanya Yesung akhirnya membuka percakapan.
Nara juga
akhirnya menoleh. Lalu mengangguk.
“bagaimana
keadaanmu hari ini?” lagi, Yesung bertanya. Ia tidak mau keadaan menjadi
canggung. Dari tadi ia tak nyaman karena mereka sama sama diam. keras kepala
tidak mau membuka pembicaraan.
Entah
kenapa ia jadi merasa terbalik saat itu. Jika dulu Nara yang sering bertanya
dan mengoceh apa saja. Tapi kini Nara hanya diam saja. Yesung tertawa bodoh
mengingat itu. Ternyata tidak enak dalam situasi seperti itu. Yesung tau alasan
Nara terus mengoceh, mungkin akan dicuekin jika Nara terus bertanya. Apa Yesung
juga harus melakukan hal sama? Tapi apa yang akan menjadi topiknya? Ckk, ia
bukan tipe namja yang banyak bicara.
“sudah
berkali kali kau menelponku menanyakan itu” balas Nara malas. Ohh ayolah,
Yesung memang sering sekali menelponnya bertanya yang menurutnya tidak penting.
Emm, seperti Nara dulu. Sial. Ia jadi merasa bodoh saat dulu terus
melakukannya.
“mian,”
kata Yesung singkat.
“kenapa
menjemputku”
“aku
hanya ingin melihatmu, sepertinya dari kemarin kau menghindariku”
“ani”
“bohong”
“apa
sih maumu?”
Yesung
diam. apa sih maunya?
Ia hanya
tidak bisa jauh dengan Nara. dulu ia sudah cukup tersiksa tanpa Nara. Apa akan
terulang lagi. Tidak mau. Tapi..
“kau
tidak nyaman? Apakah aku menganggu?” tanya Yesung setelah beberapa lama diam. Nara
tersenyum mengejek. Ada apa sih sebenarnya. Yesung namja yang sangat sulit
ditebak. Tidak banyak bicara juga, tapi mampu membuatnya kesal. Sifatnya itu
terkadang sangat menyebalkan.
“tentu
saja tidak, sangat tidak nyaman dan sangat sangat mengganggu. Aku sadar
sekarang, apakah kau mau balas dendam? Dulu aku sering mengganggumu membuatmu
tidak nyaman hmm? Mianhae jika itu memang benar. Aku memang dulu sangat bodoh”
CciiiTthhtttttt
Yesung
mengerem mendadak dan membuat Nara sedikit terhuyung juga kaget. Yesung sedikit
membanting setir. Sial. Kenapa ia jadi emosi seperti ini. Apakah Nara
menganggapnya hanya ingin balas dendam. Apakah seburuk itu ia dimata Nara.
“Hya,
apa kau gila” teriak Nara tak suka. Yesung menghembuskan nafasnya. lalu menatap
Nara lekat. Baru saja Nara akan melepas sabuk pengaman tapi langsung dicegah
Yesung.
“diam
dan dengarkan aku” kata Yesung sedikit menekan. Nara pasrah tapi wajahnya
terlihat sekali ia tidak suka. Melihat Nara yang menurutinya, Yesung memulai
penjelasannya. Tak peduli Nara yang terlihat tidak nyaman. Ia harus mendengar
dari mulut Nara sendiri.
“ohh,
kau harus tau sebenarnya ra-ya. aku nyaman, aku sangat nyaman saat ka uterus menggangguku.
aku sudah terbiasa kau ganggu. Dulu aku memang merasa kau sangat menggangguku. Tapi
aku suka, aku nyaman. Sudah sangat sering kita menyinggung masalah kita dulu,
tapi..”
“jadi
kau menganggap aku adalah masalahmu dulu”
“aku
bilang diam dan dengarkan Nara, aish jinja kau…huhh, oke dengar. Aku sudah
mencoba bersabar dengan keadaan kita saat ini. Kau berubah. Dan kenapa kau
berubah? Tak bisakah kau seperti dulu. Tak bisakah kau menjadi Nara yang selalu
ceria yang selalu sabar menungguku. Aku harus berbuat apa lagi agar kau kembali
Ra-ya. Aku harus bagaimana?”
Nara diam.
Seolah tak peduli dengan apa yang dikatakan Yesung. Yesung memejamkan matanya
sebentar. Mencoba bersabar. Ingat, Nara adalah yeoja yang sangat berharga baginya.
Ternyata sabar adalah hal sulit dilakukan. Semua orang tau jika Yesung adalah
orang yang tidak bisa bersabar.
“jika
kau mengantarku hanya untuk ini, aku bisa pulang sendiri” kata Nara sambil
melepaskan sabuk pengaman.
Yesung
menggeram frustasi. Ini bukan yang ia harapkan. Yeoja ini benar benar menguji
kesabarannya.
“Okk
okk, ayo pulang dan jangan membahas itu lagi. Kau puas. Aku akan diam”
*********************
Nara langsung
masuk ke rumahnya tanpa berkata apapun pada Yesung. Bahkan tanpa mengucapkan
terimakasih. Leeteuk yang juga baru sampai di rumah dan mau masuk heran menatap
Nara. Lihat, Nara bahkan tidak menyapa Leeteuk. Sebenarnya ada apa?
Leeteuk
bergantian menatap Yesung seakan bertanya ada
apa? Kau yang membuatnya seperti itu?
Yesung
turun dari mobil dan menghampiri Leeteuk.
“wae
geure?” tanya Leeteuk.
“aku
haus”
“ckk”
Leeteuk berdecak. Namja ini benar benar menyebalkan. Bukan jawabn itu yang Ia butuhkan.
Yesung
dan Leeteuk akhirnya masuk. Tentu saja Yesung mendapatkan segelas minuman
seperti yang ia mau. Untung saja yesung anak dari bosnya. Leeteuk heran dengan
bocah ini. Menyebalkan sih, sangat. Tapi entah kenapa jika sudah berhadapan
dengan Yesung, siapapun akan simpati padanya.
“bagaimana
selanjutnya?” tanya Leeteuk. Yesung masih diam memutar mutar gelasnya. Tentu saja
ia tau apa yang dipertanyakann Leeteuk. Ia hanya menggeleng pelan. Bukan tidak
mau menjawab, bahkan ia tidak tau mau menjawab apa. Apa yang harus ia lakukan
setelah ini pun ia tak tau.
Teuk ikut
mengambil gelas di depannya, meneguknya sedikit.
“mianhae,
gara gara adikku kau harus seperti ini. Apakah aku yang harus mejelaskan ke Kim
sajangnim?” kata Leeteuk. Lagi lagi Yesung menggeleng.
“jangan,
ini salahku. Bukan salah Nara. Aku yang tidak datang ke rapat karena terlalu
mengkhawatirkannya. Mungkin aku memang harus bersiap pergi ke LA, entah berapa
tahun, sepertinya Appa tak akan membiarkan aku cepat pulang. Dan,.. tidak
menjadi CEO di perusahaan Appa” yesung sedikit tersenyum. bukan tersenyum
karena senang. Tersenyum meratapi nasibnya.
“tapi..”
“aniya,
gwenchana. Bukan masalah buatku. Aku hanya takut meninggalkan Nara. tapi
setelah tadi aku mendengar ucapannya saat di mobil, aku semakin mantap jika ia
akan bahagia tanpa aku”
Yesung akan pergi
Akan pergi karenanya
Nara mendengarkan
itu. Kini ia hanya bersandar di belakang tembok. Menatap kosong ke depan. Mematung.
Mengenggam erat ujung kemejanya. Rasanya entah kenapa sesak. Sangat sesak. =
Bahagia tanpanya
Munafik
Bohong.
Yang benar
saja. bahkan di dekatnya, Nara merasakan kenyamanan.
Bodoh
bodoh bodoh. tidak tau diri. Kenapa ia harus sok jual mahal di depan Yesung. Oh Tuhan, niatnya hanya ingin
Yesung merasakan apa yang dulu ia rasakan. Tetapi malah akhirnya jadi sangat
berantakan seperti ini. Ini semua salahnya. Ini semua kebodohannya. Ia yang
membuka penderitaannya lagi. Bahkan baru saja ia menikmati kebahagian, tapi..
lagi lagi gara gara dirinya kebahagiaan itu akan hilang.
Jika saja
dari awal ia jujur dengan perasaanya sendiri. Ia sangat senang saat Yesung
datang ke rumahnya dulu dengan hujan hujan sampai sakit karena menunggunya. Hatinya
luluh. Ia seperti mendapatkan kebahagiaannya yang hilang. Yesung terus
menghiburnya saat ibunya tiada. Yesung selalu menasehatinya saat ia berbuat
kebodohan dengan membenci ayahnya. Dan… banyak yang sudah Yesung lakukan
untuknya. Tapi kali ini apakah ia harus kehilangan Yesung lagi? Semua karena
perbuatan bodohnya.
Rasa penyesalan
menggerogotinya. Ia merugikan Yesung dan dirinya sendiri. tak terasa air mata
benaing dari matanya sudah mengalir. Tidak bisa dihentikan.
Oh Tuhan, aku mohon
jangan menyakitinya. Hukum saja aku Ya Tuhan. Aku yang salah. Aku yang pantas
mendapatkannya.
0 komentar:
Posting Komentar